Kau mengajariku bergaul dengan anak-anak matahari. Menghirup aroma panas debu dan aspal jalanan, menerobos derasnya hujan, begadang menyusun agenda aksi dan perubahan, menjadi sarapan keseharian.
Kau mengajariku untuk mengangkat kepala di hadapan para tiran. Berkata jujur, meskipun di bawah ancaman laras senjata.
Hmmm…terlalu banyak pekan bersejarah yang telah coba kuukir dengan warna yang berbeda. Sejak bersamamu.
Hari ini, aku tersenyum. Saat kau mengundangku untuk menghadiri MILAD-mu. Maaf, aku tidak bisa. Ada amanah lain yang harus aku tunaikan. Bukankah kau pun telah mengajarkanku agar tidak mengkhianati amanah? Kau tertawa. ‘AlhamduliLlah, kau sudah belajar melihat dari banyak sisi. Tidak lagi terpenjara dengan persepsi sempit yang dangkal. Sekarang, kau pun telah paham kan? Mengapa aku memintamu untuk mencintaiku dengan sederhana?’ tanyamu.
Aku mengangguk. Dan di atas motor yang membawaku ke tempat kerja, aku masih sempat mendengar lantang suaramu. Tetap seperti yang dulu, menggetarkan tiran di singgasana kekuasaannya. Tetap menjadi mimpi buruk bagi cita-cita ideology kemunafikan mereka.
Selintas kenangan kembali terputar di benakku. Saat aku menyertaimu beberapa kali dalam aksi. Merasakan kerasnya pentungan, pukulan dan tendangan laras tentara yang harusnya memihak kepada rakyat. Atau saat batu ‘nyasar’ singgah di badanku ketika harus chaos dengan beberapa elemen lain. ‘Berwisata’ di Mabes POLDA seharian. Diinterogasi dan tanpa diberi sesuap makananpun.
Aku merindukan semua itu. Dan aku masih tetap akan memilih itu semua. Sebab, seperti katamu ‘Kebenaran-lah yang akan menang. Meskipun harus menanggung sekian kesulitan’
REFORMASI, wait for me!!!
---oOo---
*kado MILAD untuk KAMMI, tempatku belajar dewasa. Writer: Muhammad Ilham
Baca Selengkapnya..